Jumat, 17 Januari 2020

Lomba Baca Puisi tahun 2020




                  SYARAT LOMBA BACA PUISI
         1.       Pelajar kota Balikpapan
         2.       Setiap Sekolah Mengirim Maksimal : 1 Orang
         3.       Lomba ini terdiri dari 2 katagori :
a.     Katagori 1 : Tingkat Sekolah Dasar (SD)
b.     Katagori 2 : Tingkat Remaja (SMP+SMA)
4.     Pemenang  masing-masing katagori sebagai  juara 1,2,3 mendapat Piagam, Uang pembinaan dan  Bingkisan
          5.       Pendaftaran via Whatsapp : Nama-sekolah-kelas
a.            YULI (0812-9044-2578)
b.            RUSMALINA (0811-5417-965)
c.             BUDI PRASETYO (0815-4573-6003)
          6.      Pendaftaran dibuka pada tanggal 16-22 Januari 2020
          7.      Daftar ulang di laksanakan pada saat Technical Meeting
Hari         : Rabu, 22 Januari 2020,
Jam         : 16.00 wita
Tempat  : SMP 12 (Taman belakang)
Dengan membawa surat keterangan dari sekolah
8.       Undian No.urut dan penentuan puisi pada saat Technical meeting
           9.      Lomba di laksanakan pada
     Waktu     : Kamis, 23 Januari 2020,
                 Jam         : 08.00 -11.00wita
                 Tempat   : AULA KELURAHAN TELAGASARI
        10.  Peserta Wajib hadir 20 menit sebelum lomba
        11.  Peserta membawakan satu puisi wajib 
        12.  Peralatan seperti peraga/Musik dan lainnya tidak diperkenalkan 
        13.  Wajib membawa Tumbler

Kamis, 16 Januari 2020

Lomba Cipta Puisi Th 2020





SYARAT LOMBA CIPTA PUISI

1.     Pelajar kota Balikpapan
2.     Setiap sekolah mengirim Maksimal 1 Naskah
3.     Lomba terdiri dari 1 katagori (SD,SMP,SMA)
4.     Pemenang lomba sebagai  juara 1,2,3 mendapat  Piagam, Uang pembinaan dan  Bingkisan
5.     Naskah yang di kirim via email di lengkapi dengan Biodata Peserta (1 lembar), paling lambat 24 Januari 2020
6.     Naskah dikirim via email :
a.   alfatih3210@gmail.com(0813-4629-2753)
b.  mikhakarona91@gmail.com(0822-5031-8535)
7.     Karya yang di kirim belum pernah di publikasikan dalam bentuk apapun
8.     Karya yang di ikutkan hasil sendiri, Asli, dan bukan saduran / penerjamahan
9.     Tidak mengandung SARA dan Ujaran kebencian
10.    Panjang naskah puisi maksimal 40 larik
11.    Naskah yang di ketik menggunakan MS.Word ( kertas A4, Marjin Normal, Huruf Time roman, 12 Pt, Spasi 1 ½, Format penyimpanan RTF )
12.    Follow IG HKPTs dengan alamat  hkpts_bpp atau Facebook dengan alamat Pokja Hkpts
13.    Posting naskah dan Tag di IG atau Fb HKPTs, kemudian Tag teman-teman mu (10 orang)
14.    Naskah Puisi akan menjadi milik panitia dan akan di bacakan pada saat final lomba puisi
15.    Keputusan Juri tidak bisa di ganggu gugat











Lomba Melukis di Hutan Kota Pendidikan Telagasari tahun 2020





SYARAT-SYARAT LOMBA MELUKIS
1.      Pelajar kota Balikpapan
2.      Setiap sekolah mengirim Maksimal 3 orang
3.      Lomba ini terdiri dari 2 katagori :
a.       Katagori 1 : Tingkat Sekolah Dasar (SD)
b.      Katagori 2  : Tingkat Remaja (SMP+SMA)
4.      Pemenang  masing-masing katagori sebagai  juara I,II,III, (Piagam, Uang pembinaan dan  Bingkisan ) Harapan 1 dan Harapan 2 ( Piagam, dan  Bingkisan)
5.      Pendaftaran via Whatsapp : Nama-sekolah-kelas
a.      JUMADI : 0812-5400-0376
b.      RIFALDO : 0816-1766-9970
c.       A. APANDI : 0852-4737-6457
6.      Pendaftaran pada tanggal 16-22 Januari 2020
7.      Daftar ulang di laksanakan pada saat Technical Meeting
Hari         : Rabu, 22 Januari 2020,
Jam         : 14.00 wita
Tempat  : SMP 12 (Taman belakang)
Dengan membawa surat keterangan dari sekolah
8.      Lomba di laksanakan pada
Waktu    : Minggu, 26 Januari 2020,
Jam         : 08.00 -11.00wita
Tempat  : Hutan Kota Telagasari (HKPTs)
9.      Karya yang di kerjakan pada saat pelaksanaan lomba dalam waktu 3 jam
10.  Menggunakan media kertas A3 yang  sudah di sediakan dan di stempel oleh panitia
11.  Peserta membawa sendiri peralatan melukis
12.  Bahan yang digunakan untuk melukis berupa Acrylic, water colour atau Poster
13.  Penilaian berdasarkan aspek : kesesuaian tema, kreatifitas, komposisi warna, teknik dan orisinal
14.  Pengambilan No.urut Peserta pada saat lomba
15.  Peserta sudah dilokasi 20 menit sebelum acara, jika setelah 60  menit lomba dimulai belum hadir,dianggap mengundurkan diri
16.  Wajib membawa tumbler

Kamis, 25 Februari 2016

HUTAN KOTA MANFAAT DAN KEBERADAANNYA DI KOTA BALIKPAPAN

HUTAN KOTA MANFAAT DAN KEBERADAANNYA DI KOTA BALIKPAPAN

 

PENGERTIAN HUTAN KOTA

Di Indonesia masalah hutan kota belum banyak menarik perhatian masyarakat umum, hal ini disebabkan oleh adanya kesalahan pengertian tentang hutan. Persepsi tentang hutan terlanjur terjerat pada pengertian bentuk kumpulan pohon-pohonan dengan sekala yang luas, berada pada daerah yang jauh dari kota, dengan kondisinya yang sangat alami sebagai habitat satwa-satwa liar dan buas saja.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Hutan Kota (PP Hutan Kota) No. 63 tahun 2002 Hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara atau tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Dalam PP tersebut disebutkan bahwa luasan terkecil dalam suatu hamparan yang kompak seluas 0,25 ha atau minimal 10 % dari luasan wilayah kota yang ada atau disesuaikan dengan kondisi setempat.

FUNGSI HUTAN KOTA

Secara umum hutan kota dapat berperan sebagai
1.IDENTITAS KOTA
Jenis tanaman dan hewan yang merupakan symbol atau lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal hutan kota.
2.PELESTARIAN PLASMA NUTFAH
Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar diseluruh tanah air kita.
3.PENAHAN DAN PENYARING PARTIKEL PADAT DARI UDARA
Dengan adanya hutan kota partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan.
4.PENYERAP DAN PENJERAP DARI PARTIKEL TIMBAL
Kendaran bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60 – 70% dari partikel timbal diudara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor.
5.PEREDAM KEBISINGAN
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorbsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang.
6. MENGURANGI BAHAYA HUJAN ASAM
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih tinggi jika dibandingkan denganph air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.
7.PENYERAPKARBON-MONOKSIDA
Mikroorganisme  serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas CO, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas CO dari udara yang semula konsentrasi sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
8.PENYERAP KARBON DIOKSIDA DAN PENGHASIL OKSIGEN
u Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fitoplankton, ganggang dan rumput laut di samudra.
u Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.
9.   AMELIORASI IKLIM
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, Sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik(reradiasi) dari bumi.
Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman daripada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman.
10. PELESTARIAN AIR TANAH
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih Higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar maka kadar air tanah hutan akan meningkat.
11. PENAHAN ANGIN
Angin kencang yang bertiup dapat dikurangi kecepatannya 75-80% oleh suatu penahan angina yang berupa hutan kota.
12.       PENYERAP DAN PENAPIS BAU
Hutan kota dapat berfungsi sebagai penyerap bau tidak sedap yang timbul dari adanya tempat penimbunan sampah sementara atau permanent. Hutan kota dapat menyerap bau secara langsung atau keberadaan hutan koa akan menahan gerakan anginyang bergerak dari sumber bau.
13.        MENGATASI PENGGENANGAN
Daerah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi, sehingga tanah yang ada akan cepat kering bila terjadi genangan.
14.  MENGATASI INTRUSI AIR LAUT
15. PENAPIS CAHAYA SILAU
Hutan kota dapat berfungsi sebagai peredam dan melunakkan cahaya yang ditimbulkan sebagai akibat cahaya matahari langsung atau adanya pantulan dari benda-benda yang dapat memantulkan cahaya seperti kaca, alumunium, baja, beton atau air yang banyak terdapat di kawasan perkotaaan.
16. PRODUKSI TERBATAS
Hutan kota dapat ditanami dengan jenis tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan masyarakat sehingga dapat meningkatkan taraf gizi/kesehatan dan penghasilan masyarakat.

BENTUK-BENTUK HUTAN KOTA

a.         Jalur hijau
b.        Taman Kota
c.         Kebun dan Halaman
d.        Kebun Raya, Hutan Raya, kebun binatang.
e.         Hutan lindung
KEBERADAAN HUTAN KOTA DI BALIKPAPAN
Topografi Balikpapan yang berbukit-bukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan erosi memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya. Kebijakan Pemerintah Balikpapan untuk menetapkan beberapa kawasan di kota ini sebagai kawasan yang dilindungi karena sifatnya yang khusus, diantaranya sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota / Hutan Kota sejak tahun 1996 S/D TAHUN 2000 adalah sebagai berikut :
LOKASI
LUAS (Ha)
1. Kawasan Belt Unocal Kel. Telaga Sari (Bpp-Selatan)
29.574
2. Kelurahan Sepinggan  (Bpp-Selatan)
0.2920
3. Kawasan Belt RSKD Kel. Batu Ampar (Bpp-Utara)
3.7696
4. Kawasan Bukit Radar Kel. Gn. Sari Ulu (Bpp-Tengah)
7.9957
5. Kawasan RSS Damai III (dekat lap. Bola) Gn. Bahagia
1.5439
6. Kawasan Rumah Dinas Prja Bhakti Bpp. Baru
2.7883
7. Kawasan Belt perumahan Korpri Kel. Sepinggan
0.6261
8. Kawasan Sepinggan Dalam
0.3119
9. Kawasan Gunung Komendur
7.3105
10. Kawasan drainase Rapak s/d Karang Anyar Kel. Karang Jati (Bpp-Tengah)
0.4172
11. Kawasan Kiri jalan Syarifidin Yoes setelah SPBU menuju Traffic Light Kel. Gn. Bahagia
0.5168
12. Kawasan Relokasi Industri Tahu Tempe SOMBER (Bpp-Utara)
5.3461
13. Kawasan Masjid “Raudhatul Ibadah” Gn. Bahagia
0.4380
14. Kawasan depan Pasar Burung s/d samping kantor Kelurahan Gn. Bahagia
1.4870
Jumlah
62.4071

JENIS –JENIS KEGIATAN YANG DILARANG DIDALAM KAWASAN HUTAN KOTA
    Melakukan pembakaran di dalam kawasan hutan kota.
    Melakukan perambahan hutan kota
    Menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota.
    Membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota.
    Mengerjakan, menggunakan atau menduduki hutan kota secara tidak sah.

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Masyarakat dapat berperan serta dalam bentuk :
    Penyediaan lahan untuk penyelenggaraan hutan kota.
    Penyandang dana dalam rangka penyelenggaraan hutan kota.
    Pemberian masukan dalam penentuan lokasi hutan kota.
    Memberikan bantuan dalam mengidentifikasi berbagai potensi dalam masalah penyelenggaraan hutan kota.
    Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan hutan kota.
    Pemberian informasi, saran, pertim bangan atau pendapat dalam penyelenggaraan huta kota.
    Pemanfaatan hutan kota berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
    Bantuan pelaksanaan hutan kota.
    Bantuan keahlian dalam penyeleng garaan hutan kota.
    Bantuan dalam perumusan rencana pembangunan dan pengelolaan hutan kota.

    Menjaga, memelihara dan meningkat kan kawasan hutan kota.

PERATURAN PEMERINTAH NO 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN  2002
TENTANG
HUTAN KOTA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang        :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hutan Kota.
Mengingat          :
1.      Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan perubahan keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2.      Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);
3.      Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
4.      Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
5.      Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501);
6.      Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Perubahan Iklim (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557);
7.      Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
8.      Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
9.      Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888);
10.  Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);
11.  Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);
12.  Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan  Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
13.  Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
14.  Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4206);
15.  Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4207).
M E M U T U S K A N   :
Menetapkan       :  PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HUTAN KOTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Batasan Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
  1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
  2. Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
  3. Wilayah perkotaan merupakan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional sebagai simpul jasa atau suatu bentuk ciri kehidupan kota.
  4. Kota adalah wilayah perkotaan yang berstatus daerah otonom.
  5. Tanah negara adalah tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
  6. Tanah hak adalah tanah yang dibebani hak atas tanah.
  7. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak.
  8. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
  9. Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat atau Badan Hukum.
  10. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri.
  11. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
  12. Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah Provinsi untuk wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
  13. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab dibidang kehutanan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi
Pasal 2
Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur  lingkungan, sosial dan budaya.
Pasal 3
Fungsi hutan kota adalah untuk :
a.   memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika;
b.   meresapkan air;
c.   menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan
d.   mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
BAB II
PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1)   Untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 di setiap wilayah perkotaan ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota.
(2)   Penyelenggaraan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.   penunjukan;
b.   pembangunan;
c.   penetapan; dan
d.   pengelolaan.
Bagian Kedua
Penunjukan
Pasal 5
(1)   Penunjukan hutan kota terdiri dari :
a.   penunjukan lokasi hutan kota; dan
b.   penunjukan luas hutan kota.
(2)   Penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Walikota atau Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan.
(3)   Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 6
Lokasi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 merupakan bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan.
Pasal 7
(1)   Lokasi yang ditunjuk sebagai hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 dapat berada pada tanah negara atau tanah hak.
(2)   Terhadap tanah hak yang ditunjuk sebagai lokasi hutan kota diberikan kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. 
Pasal 8
(1)   Penunjukan lokasi dan luas hutan kota  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6 didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
a.   luas wilayah;
b.   jumlah penduduk;
c.   tingkat pencemaran; dan
d.   kondisi fisik kota.
(2)   Luas hutan kota dalam satu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar.
(3)   Persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. 
Pasal 9
(1)   Pedoman, kriteria dan standar penunjukan hutan kota diatur oleh Menteri.
(2)   Tata cara penunjukan lokasi  dan luas hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 diatur dengan Peraturan Daerah.
Bagian Ketiga
Pembangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 10
(1)   Pembangunan hutan kota dilakukan berdasarkan penunjukan lokasi dan luas hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2)   Pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3)   Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pembangunan hutan kota dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Pasal 11
Pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi kegiatan :
a.   perencanaan; dan
b.   pelaksanaan.
Paragraf 2
Perencanaan
Pasal 12
(1)   Rencana pembangunan hutan kota sebagai hasil dari perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan.
(2)   Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(3)   Rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya setempat.
Pasal 13
Rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12  memuat rencana teknis tentang tipe dan bentuk hutan kota.
Pasal 14
(1)   Penentuan Tipe hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan atau Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2)   Tipe hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
a.   tipe kawasan permukiman;
b.   tipe kawasan industri;
c.   tipe rekreasi;
d.   tipe pelestarian plasma nutfah;
e.   tipe perlindungan; dan
f.   tipe pengamanan.
Pasal 15
(1)   Penentuan bentuk hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13  disesuaikan dengan karakteristik lahan.
(2)   Bentuk hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a.   jalur;
b.   mengelompok; dan
c.   menyebar.
Paragraf 3
Pelaksanaan
Pasal 16
(1)   Pelaksanaan pembangunan hutan kota didasarkan atas rencana pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(2)   Pelaksanaan pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui tahapan kegiatan :
a.   penataan areal;
b.   penanaman;
c.   pemeliharaan;
d.   pembangunan sipil teknis.
Pasal 17
(1)   Pedoman, kriteria dan standar pembangunan hutan kota diatur oleh Menteri.
(2)   Tata cara pembangunan hutan kota diatur dengan Peraturan Daerah.
Bagian Keempat
Penetapan
Pasal 18
Berdasarkan hasil pelaksanaan pembangunan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan hutan kota dengan Peraturan Daerah.
Pasal 19
(1)   Tanah hak yang karena keberadaannya dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota oleh pemegang hak tanpa pelepasan hak atas tanah.
(2)   Pemegang hak dapat memperoleh insentif atas tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota.
(3)   Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Daerah.
(4)   Tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai hutan kota untuk jangka waktu paling sedikit 15 (lima belas) tahun.
(5)   Penetapan tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa melalui proses penunjukan dan pembangunan.
(6)   Tanah hak yang dapat dimintakan penetapannya sebagai hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.  terletak di wilayah perkotaan dari suatu Kabupaten/Kota atau provinsi untuk Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta;
b.  merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi pepohonan;
c.  mempunyai  luas yang paling sedikit 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar dan mampu membentuk atau memperbaiki iklim mikro, estetika, dan berfungsi sebagai resapan air.
(7)   Penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagai hutan kota dilakukan dengan Keputusan Bupati/ Walikota.
(8)   Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagai hutan kota dilakukan dengan keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(9)   Penetapan dan perubahan peruntukan tanah hak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan berdasarkan permohonan dari pemegang hak.
Pasal 20
(1)   Perubahan peruntukan hutan kota yang berada pada tanah negara disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(2)   Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, perubahan peruntukkan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3)   Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
Bagian Kelima
Pengelolaan
Paragraf 1
Umum
Pasal 21
(1)   Pengelolaan hutan kota dilakukan sesuai dengan tipe dan bentuk hutan kota agar berfungsi secara optimal berdasarkan penetapan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2)   Pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tahapan kegiatan :
a.   penyusunan rencana pengelolaan;
b.   pemeliharaan;
c.   perlindungan dan pengamanan;
d.   pemanfaatan; dan
e.   pemantauan dan evaluasi.
Pasal 22
(1)   Pengelolaan hutan kota yang berada di atas tanah negara dapat dilakukan oleh :
a.   Pemerintah Daerah; dan atau
b.   Masyarakat.
(2)   Pengelolaan hutan kota yang berada pada tanah hak dilakukan oleh pemegang hak.
(3)   Pengelolaan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh masyarakat bukan pemegang hak atau Pemerintah Daerah melalui perjanjian dengan pemegang hak.
Paragraf 2
Penyusunan Rencana Pengelolaan
Pasal 23
Penyusunan rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a disusun berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan  yang meliputi:
a.   penetapan tujuan pengelolaan;
b.   penetapan program jangka pendek dan jangka panjang;
c.   penetapan kegiatan dan kelembagaan; dan
d.   penetapan sistem monitoring dan evaluasi.
Paragraf 3
Pemeliharaan
Pasal  24
Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam rangka menjaga dan mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan kota melalui optimalisasi ruang tumbuh,  diversifikasi tanaman dan peningkatan kualitas tempat tumbuh.
Paragraf 4
Perlindungan dan Pengamanan
Pasal 25
(1)   Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c bertujuan untuk menjaga keberadaan dan kondisi hutan kota agar tetap  berfungsi secara optimal.
(2)   Perlindungan dan pengamanan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui upaya :
a.   pencegahan dan penanggulangan kerusakan lahan;
b.   pencegahan dan penanggulangan  pencurian fauna dan flora;
c.   pencegahan dan penanggulangan kebakaran; dan
d.   pengendalian dan penanggulangan hama dan penyakit.
Pasal 26
(1)   Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota.
(2)   Setiap orang dilarang :
a.  membakar hutan kota;
b.  merambah hutan kota;
c.  menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa izin dari pejabat yang berwenang;
d.  membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan
e.  mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah.
Paragraf 5
Pemanfaatan
Pasal 27
(1)   Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan :
a.   pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga;
b.   penelitian dan pengembangan;
c.   pendidikan;
d.   pelestarian plasma nutfah; dan atau
e.   budidaya hasil hutan bukan kayu.
(2)   Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Paragraf 6
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 28
(1)   Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf e dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pengelola melalui penilaian kegiatan pengelolaan secara menyeluruh.
(2)   Hasil penilaian kegiatan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan sebagai bahan penyempurnaan terhadap pengelolaan hutan kota.
(3)   Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik.
Pasal 29
(1)   Kriteria dan standar pengelolan hutan kota diatur dengan Keputusan Menteri.
(2)   Pedoman pengelolaan hutan kota diatur dengan Peraturan Daerah.
BAB III
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 30
(1)   Menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan hutan kota yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2)   Menteri dapat melimpahkan pembinaan atas penyelenggaraan hutan kota di Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)   Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.
(4)   Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap pengelolaan hutan kota yang dilakukan oleh masyarakat.
Pasal 31
(1)   Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan hutan kota yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(2)   Menteri dapat melimpahkan pengawasan atas penyelenggaraan hutan kota di Kabupaten/Kota kepada Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)   Gubernur atau Bupati/ Walikota melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan hutan kota di wilayah kerjanya.
(4)   Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan bersama-sama masyarakat secara terkoordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait.
Pasal 32
Pelaksanaan lebih lanjut tentang pengawasan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 33
(1)   Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota.
(2)   Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak penunjukan, pembangunan, penetapan, pengelolaan, pembinaan dan pengawasan.
(3)   Ketentuan tentang tata cara peran serta masyarakat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
Pasal 34
(1)   Peningkatan peran serta masyarakat dilakukan melalui :
a.   pendidikan dan pelatihan;
b.   penyuluhan;
c.   bantuan teknis dan insentif.
(2)   Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan pemberian bantuan teknis dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 35
(1)   Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota dapat berbentuk :
a.  penyediaan lahan untuk penyelenggaraan hutan kota;
b.  penyandang dana dalam rangka penyelenggaraan hutan kota;
c.  pemberian masukan dalam penentuan lokasi hutan kota;
d.  pemberian bantuan dalam mengidentifikasi berbagai potensi dalam masalah penyelenggaraan hutan kota;
e.  kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;
f.  pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyelenggaraan hutan kota;
g.  pemanfaatan hutan kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h.  bantuan pelaksanaan pembangunan;
i.  bantuan keahlian dalam penyelenggaraan hutan kota;
j.  bantuan dalam perumusan rencana pembangunan dan pengelolaan;
k.  menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi hutan kota.
(2)   Tata cara peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 36
Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah.
BAB VI
S A N K S I
Pasal 37
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII
P E N U T U P
Pasal 39
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur hutan kota yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 40
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta              
Pada tanggal 12 Nopember 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.                   
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI    
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Nopember 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
                              ttd.
                        BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 119 TAHUN 2002



PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 63 TAHUN 2002
TENTANG
HUTAN KOTA
I.   UMUM
Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Pembangunan kota pada masa lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan bertumbuhan banyak dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan permukiman, kawasan industri, jaringan transportasi (jalan, jembatan, terminal) serta sarana dan prasarana kota lainnya.
Keadaan lingkungan perkotaan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Padahal keseimbangan lingkungan perkotaan secara ekologi sama pentingnya dengan perkembangan nilai ekonomi kawasan perkotaan. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan, yang berupa meningkatnya suhu udara di perkotaan, pencemaran udara (seperti meningkatnya kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang, dan debu), menurunnya  air tanah dan permukaan tanah, banjir atau genangan,  instrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air tanah.
Keadaan tersebut menyebabkan hubungan masyarakat perkotaan dengan lingkungannya menjadi tidak harmonis.
Menyadari akan ketidakharmonisan tersebut dan mempertimbangkan  dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha-usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan melalui pembangunan hutan kota.
Untuk memberikan kepastian hukum tentang keberadaan hutan kota, diperlukan pengaturan tentang hutan kota dalam suatu Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah tentang Hutan Kota dimaksudkan sebagai pedoman dan arahan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan hutan kota.
II.   PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
     Cukup jelas

Pasal 2
     Tujuan dari penyelenggaraan hutan kota tersebut dimaksudkan untuk :

a.       menekan/mengurangi peningkatan suhu udara diperkotaan;
b.      menekan/mengurangi pencemaran udara (kadar karbonmonoksida, ozon, karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu);
c.       mencegah terjadinya penurunan air tanah dan permukaan tanah;
d.      mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekeringan, intrusi air laut, meningkatnya kandungan logam berat dalam air.
Pasal 3
Sesuai dengan tujuan penyelenggaraan hutan kota, maka penyelenggaraan hutan kota lebih ditekankan kepada fungsinya yaitu, antara lain, sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, penyerap polutan (logam berat, debu, belerang), peredam kebisingan, pelestarian plasma nutfah, mendukung keanekaragaman flora, fauna dan keseimbangan ekosistem, penahan angin dan peningkatan keindahan. Dengan demikian, maka hutan kota dikategorikan sudah terbangun apabila secara fisik sudah bervegetasi sesuai dengan yang direncanakan.
Iklim mikro adalah kondisi lapisan atmosfir yang dekat dengan permukaan tanah atau sekitar tanaman seperti suhu, kelembaban, tekanan udara, keteduhan dan dinamika energi radiasi surya.
Nilai estetika adalah suatu keadaan dimana setiap orang yang oleh karena kondisi atau sesuatu hal dapat merasakan kenyamanan atau menikmati keindahan, sehingga dapat dan menghilangkan rasa kejenuhan.
Pasal 4
     Ayat (1)

Pengertian wilayah perkotaan dimaksud sama dengan pengertian kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Selanjutnya, yang dimaksud kawasan tertentu disini adalah suatu lahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan bukan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tentang penataan ruang.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
Pasal 5
     Ayat (1)
          Cukup jelas

     Ayat (2)
Wilayah Perkotaan secara administratif dapat berada dalam Wilayah Administrasi Kota maupun dalam Wilayah Administrasi Kabupaten.
     Ayat (3)
Oleh karena di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta tidak ada kabupaten atau kota yang bersifat otonom, maka penyelenggaraan hutan kota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilakukan oleh Gubernur.
Pasal 6
Yang dimaksud wilayah perkotaan, lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1).
Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah perkotaan adalah ruang di dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana penggunaannya lebih bersifat terbuka, berisi hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh secara alami atau tanaman budidaya.
Ruang terbuka hijau meliputi ruang-ruang di dalam kota yang sudah ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah perkotaan.
Pasal 7
     Ayat (1)
Tanah hak atau hak atas lahan dapat berupa hak milik, hak guna usaha (HGU), hak pengelolaan, hak pakai, dan hak-hak lainnya yang telah diatur dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
     Ayat (2)
Kompensasi adalah pemberian ganti rugi atau tanah pengganti kepada pemegang hak tanah melalui musyawarah.
Pasal 8
     Ayat (1)
Penentuan luas hutan kota dalam suatu wilayah perkotaan harus proporsional didasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat polusi dan  kondisi fisik kota.
Huruf a
     Cukup jelas
Huruf b
     Cukup jelas
Huruf c
     Cukup jelas
Huruf d
Kondisi fisik kota adalah keadaan bentang alam kota berupa bangunan alam di atas tanah perkotaan termasuk tumbuhan, sungai, danau, rawa, bukit, hutan dan bangunan buatan sebagai sarana prasarana seperti jalan, gedung-gedung, permukiman, lapangan udara, lapangan terbuka hijau, taman dan sejenisnya termasuk lingkungannya.
     Ayat (2)
Luasan 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar merupakan hamparan terkecil hutan kota dengan pertimbangan teknis bahwa pohon-pohon yang tumbuh dapat menciptakan iklim mikro.
Pengertian dari kompak adalah hamparan yang menyatu.
     Ayat (3)
Yang dimaksud wilayah perkotaan, lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1).
Kondisi setempat yang dimaksud antara lain meliputi jumlah penduduk  atau kondisi fisik kota.
Taman hutan raya, kebun raya, kebun binatang, hutan lindung, arboretum, bumi perkemahan yang berada di wilayah kota atau kawasan perkotaan dapat diperhitungkan sebagai luasan kawasan yang berfungsi  sebagai hutan kota.
Pasal 9
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
Tata cara penunjukkan meliputi inventarisasi, analisis penelitian, kompensasi/gantirugi dan koordinasi.
Pasal 10
     Ayat (1)
          Pembangunan hutan kota dilaksanakan dalam rangka membentuk fisik hutan agar berfungsi sebagai hutan kota.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
Pasal 11
     Cukup jelas
Pasal 12
     Ayat (1)
          Yang dimaksud wilayah perkotaan, lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1).
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
Aspek teknis yang dimaksud adalah dengan memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman, bibit, teknologi.
Lahan yang dimaksud merupakan ruang bebas dari Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
Aspek ekologis yang dimaksud adalah memperhatikan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota.
Aspek ekonomis yang dimaksud berkaitan dengan biaya dan manfaat yang dihasilkan.
Aspek sosial dan budaya setempat yang dimaksud adalah memperhatikan nilai dan norma sosial serta budaya setempat.
Pasal 13
     Cukup jelas
Pasal 14
     Ayat (1)
          Yang dimaksud wilayah perkotaan, lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1).
     Ayat (2)
Yang dimaksud dengan :
a.       Tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin,  dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan.
Karakteristik pepohonannya :
1.   pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur.
2.   pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis.
b.      Tipe kawasan industri adalah hutan kota yang dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan, yang ditimbulkan dari kegiatan industri.
Karakteristik pepohonannya:
pohon-pohon berdaun lebar dan rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan bau harum.
c.       Tipe rekreasi adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik.
Karakteristik pepohonannya:
pohon-pohon yang indah dan atau penghasil bunga/ buah (vector) yang digemari oleh satwa, seperti burung, kupu-kupu dan sebagainya.
d.      Tipe Pelestarian plasma nutfah adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu :
1.  sebagai konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara in-situ;
2.  sebagai habitat khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan.
Karateristik pepohonannya :
pohon-pohon langka dan atau unggulan setempat.
e.       Tipe perlindungan adalah hutan kota yang berfungsi untuk : 
1.      mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan  longsor pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah;
2.      melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi);
3.      melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut;
Karakteristik pepohonannya :
4.      pohon-pohon yang memiliki daya evapotranspirasi yang rendah.
5.      pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat.
f.       Tipe pengamanan adalah hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu.
Karakteristik pepohonannya :
Pohon-pohon  yang  berakar  kuat  dengan     ranting yang tidak mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur pisang-pisangan dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis.
Pasal 15
     Ayat (1)
          Karakteristik lahan adalah bentuk/ ciri bentang lahan yang khas.
     Ayat (2)
Hutan kota dengan bentuk :
a.       jalur adalah hutan kota yang dibangun memanjang antara lain berupa jalur peneduh jalan raya,  jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai, sempadan pantai dengan memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang sudah ada, antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET.
b.      mengelompok adalah hutan kota yang dibangun dalam satu kesatuan lahan yang kompak.
c.       menyebar adalah hutan kota yang dibangun dalam kelompok-kelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan.
Untuk masing-masing kelompok baik yang berbentuk jalur atau kelompok yang terpisah luas minimum 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar tetap diberlakukan pada setiap kelompok dan bukan merupakan akumulasi luas dari kelompok-kelompok yang tersebar itu meskipun merupakan satu kesatuan pengelolaan.
Pasal 16
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Huruf a
Berdasarkan kondisi fisik lapangan dilakukan penataan bagian-bagian lahan sesuai dengan persyaratan teknis dan peruntukannya.
Huruf b
Kegiatan penanaman dimulai sejak persiapan tanaman (pengadaan bibit, ajir/bronjong, penyiapan lubang tanaman) dan pelaksanaan penanaman.
Huruf c
Pemeliharaan meliputi kegiatan pemupukan, penyiangan, penyulaman, pemangkasan, dan penjarangan.
Huruf d
Pembangunan sipil teknis dapat berupa terassering, sesuai kondisi setempat dan sarana penunjang lainnya.
Pasal 17
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)
          Peraturan Daerah memuat antara lain :
          a.   Tata cara perencanaan pembangunan
          b.   Tata cara pelaksanaan pembangunan
Pasal 18
     Cukup jelas
Pasal 19
     Ayat (1)
Tanah hak yang dimohonkan oleh pemegang hak untuk ditetapkan sebagai hutan kota dalam pasal ini berbeda dengan penetapan tanah hak menjadi hutan kota sebagaimana diatur dalam Pasal 7. Tanah hak yang ditetapkan menjadi hutan kota dalam pasal ini karena kesadaran pemegang hak, dapat dimintakan  untuk dijadikan hutan kota.
     Ayat (2)
          Insentif dapat berupa :
               
·         insentif langsung yang antara lain berbentuk subsidi finansial dan atau natura, infrastruktur, bimbingan teknis, dan atau
·         insentif tak langsung yang berupa kebijakan fiskal.
     Ayat (3)
          Cukup jelas
     Ayat (4)
Jangka waktu 15 tahun dimaksudkan untuk adanya jaminan terhadap pemberian insentif dan manfaat ekonomi apabila terjadi perubahan penggunaan atas tanah.
     Ayat (5)
          Cukup jelas
     Ayat (6)
          Huruf a
               Yang dimaksud wilayah perkotaan, lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1)
Huruf b
     Cukup jelas
Huruf c
     Cukup jelas
     Ayat (7)
          Cukup jelas
     Ayat (8)
          Cukup jelas
     Ayat (9)
          Cukup jelas
Pasal 20
     Ayat (1)
          Yang dimaksud wilayah perkotaan, lihat penjelasan Pasal 4 ayat (1).
          Perubahan peruntukkan hutan kota meliputi perubahan luas, fungsi, tipe dan bentuk hutan kota.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
Penelitian terpadu dimaksudkan untuk menjamin obyektifitas dan kualitas hasil penelitian, maka kegiatan penelitian diselenggarakan oleh lembaga pemerintah yang mempunyai kompetensi dan memiliki otoritas ilmiah bersama-sama dengan stakehorder/pihak lain yang terkait.
Pasal 21
     Cukup jelas
Pasal 22
     Ayat (1)
Pengelolaan hutan kota pada tanah negara yang dilakukan oleh masyarakat diberikan oleh Pemerintah Daerah melalui pemberian hak pengelolaan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
Pasal 23
     Huruf a
          Penetapan tujuan pengelolaan yang dimaksud adalah dalam rangka optimalisasi fungsi hutan kota
     Huruf b
          Penetapan program jangka pendek dan jangka panjang dengan memperhatikan lingkungan strategis
     Huruf c
          Penetapan kegiatan dan kelembagaan dimaksudkan agar kegiatan dapat berjalan dengan baik, yang meliputi :
          1.  penetapan organisasi;
          2.  batas-batas kewenangan pihak terkait.
     Huruf d
          Sistem monitoring dan evaluasi dilakukan melalui penetapan :
          1.  kriteria;
          2.  standar;
          3.  indikator;
          4.  alat verifikasi.
Pasal 24
     Optimalisasi ruang tumbuh dan diversifikasi tanaman antara lain meliputi kegiatan :
     a.   penyulaman;
     b.   penjarangan;
     c.   pemangkasan; dan
     d.   pengayaan.

     Peningkatan kualitas tempat tumbuh antara lain meliputi kegiatan :
     a.   pemupukan;
     b.   penyiangan.
Pasal 25
     Cukup jelas
Pasal 26
     Ayat (1)
Indikator perubahan dan penurunan fungsi hutan kota ditunjukkan oleh penurunan kondisi di sekitar lokasi hutan kota, diantaranya suhu udara, sistem tata air, tingkat erosi, kecepatan angin, keutuhan pepohonan, yang mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi hutan kota.
     Ayat (2)
          Huruf a
               Cukup jelas
Huruf b
     Cukup jelas
Huruf c
     Cukup jelas
Huruf d
     Cukup jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan mengerjakan, menggunakan dan menduduki adalah setiap kegiatan yang bermaksud untuk mengusahakan, mengubah atau memanfaatkan areal hutan kota untuk kepentingan lain.
Pasal 27
     Cukup jelas
Pasal 28
     Ayat (1)
Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap tahapan-tahapan dan penyelesaian kegiatan berdasarkan rencana dan tata waktu yang telah disusun, yang meliputi pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan pemanfaatan.
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
Pasal 29
     Cukup jelas
Pasal 30
     Cukup jelas
Pasal 31
     Cukup jelas
Pasal 32
     Cukup jelas
Pasal 33
     Ayat (1)
          Pengembangan peran serta masyarakat ditempuh melalui gerakan peningkatan kesadaran akan manfaat hutan kota
     Ayat (2)
          Cukup jelas
     Ayat (3)
          Cukup jelas
Pasal 34
     Ayat (1)
          Cukup jelas
     Ayat (2)         
Pedoman pemberian bantuan teknis meliputi pemilihan lokasi, kesesuaian jenis, teknis rehabilitasi dan konservasi.
Insentif dapat diberikan dalam bentuk penghargaan yang berupa materi atau pencantuman nama pemegang hak sebagai nama hutan kota.
Pasal 35
     Cukup jelas
Pasal 36
     Cukup jelas
Pasal 37
     Cukup jelas
Pasal 38
     Cukup jelas
Pasal 39
     Cukup jelas
Pasal 40
     Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4242 TAHUN 2002